HUBUNGAN PSIKOLOGI DENGAN ILMU KOMPUTER DAN MASYARAKAT

Nama :Indah Kusuma Dewi 10509055
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA 2011  

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan karangan ilmiah ini. Tema yang saya pilih adalah “ Psikologi yang Berhubungan Dengan Ilmu Komputer dan masyarakat”. Adapun tujuan saya menulis karangan ini adalah untuk mengetetahui bahwa antara psikologis,ilmu computer dan masyarakat saling mempengaruhi dan dapat di terapkan di lingkungan sekitar kita. Contohnya seperti LSM. Saya harap tulisan ini bermanfaat dan dapat menambah informasi. Saya ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak – pihak yang telah membantu menyusun karangan ini, juga kepada teman – teman yang telah membantu dalam mengisi angket. Walaupun sebenarnya selama dalam pembuatan karangan ini saya mengalami banyak hambatan, seperti susahnya mencari objek untuk di teliti, mencari bahan – bahan informasi, dan sebagainya. Saya menyadari bahwa karangan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk lebih menyempurnakan karya tulis ini. Akhir kata saya ucapkan semoga karangan ini dapat bermanfaat.

Depok,3Januari 2011


Penyusun


DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................
Daftar Isi ……………………………………………………………………..
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ……………………………….……...
1 1.2 Rumusan Masalah …………………………..
2 1.3 Tujuan Penulisan…………………………….
Bab 2 Pembahasan……………………………………………………....
Bab 3 Analisis…………………………………………………………….
Bab 4 Kesimpulan……………………………………………………...
Daftar Pustaka ……………………………………………..……

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menjadi ikon dalam proses transformasi masyarakat akhir-akhir ini. Perannya tidak diragukan lagi, turut serta dalam proses pemberdayaan masyarakat. Melalui perspektif sejarah, dapat ditelusuri bahwa cikal-bakal LSM di Indonesia telah ada sejak pra kemerdekaan. Lahir dalam bentuk lembaga keagamaan yang sifatnya sosial/amal (dapat dikategorikan generasi pertama). Tahun 50-an muncul LSM yang kegiatannya bersifat alternatif terhadap program pemerintah, dua pelopornya adalah LSD (Lembaga Sosial Desa) dan Perkumpulan Keluarga Kesejahteraan Sosial. Budi Utomo dan Serikat Islam juga dapat dikategorikan sebagai LSM yang mempunyai visi turut serta mewujudkan kemandirian masyarakat yang lebih tinggi untuk mencapai kemakmurandankesejahteraan. Istilah “non-governmental organization” digunakan sejak berdirinya PBB pada tahun 1945, tepatnya pada pada Piagam PBB Pasal 71 Bab 10 tentang peranan konsultatif non-governmental organization. Awalnya istilah ini digunakan untuk membedakan antara hak partisipatif badan-badan pemerintah (intergovernmental agencies) dan organisasi-organisasi swasta international (international private organizations). Sejak beberapa dekade yang lalu, NGO telah menjadi pemain utama dalam bidang pengembangan internasional (international development). Sejak pertengahan 1970-an, sektor NGO di negara maju dan negara berkembang telah mengalami pertumbuhan yang berlipat ganda. Dari 1970 hingga 1985 total bantuan untuk pengembangan yang diberikan oleh NGO internasional telah meningkat 10 kali lipat. Pada tahun 1992 NGO internasional menyalurkan lebih dari $7.6 miliar bantuan untuk negara-negara berkembang. Saat ini diperkirakan lebih dari 15% dari total bantuan dunia untuk pengembangan disalurkan melalui NGO. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang permasalahan di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas antara lain: 1. Bagaimana sejarah dan Perkembangan Lembaga Swadaya Masyarakat? 2. Bagaimana peranan Lembaga Swadaya Masyarakat pada masa Orde Baru? 3. Apa Kontribusi LSM terhadap masyarakat? 1.3 Tujuan Penulisan Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan, antara lain : 1. Mengetahui Profil LSM Mitra Tema yang terdiri dari latar belakang Mitra Tema, visi misi, organisasi, strategi, dan keikutsertaan organisasi. 2. Mengetahui mengapa LSM Mitra Tema mengangkat isu literasi dan bagaimana gerakan literasi itu digulirkan, dan bagaimana pula gerakan itu membawa perubahan bagi masyarakat sekitar.  

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian NGO Defenisi “international NGO” (INGO) pertama kali diberikan dalam resolusi 288 (X) ECOSOC pada 27 Pebruari 1950: “setiap organisasi internasional yang tidak didirikan atas dasar sebuah perjanjian internasional “. World Bank, mendefenisikan NGO sebagai “organisasi swasta yang menjalankan kegiatan untuk meringankan penderitaan, mengentaskan kemiskinan, memelihara lingkungan hidup, menyediakan layanan sosial dasar atau melakukan kegiatan pengembangan masyarakat”. Dalam sebuah dokumen penting World Bank, Working With NGOs, disebutkan, “Dalam konteks yang lebih luas, istilah NGO dapat diartikan sebagai semua organisasi nirlaba (non-profit organization) yang tidak terkait dengan pemerintahan. NGO pada umumnya adalah organisasi berbasis nilai (value-based organizations) yang bergantung kepada, baik sebagian atau keseluruhan, bantuan amal (charitable donations) dan pelayanan sukarela (voluntary service). Walaupun sejak lebih dari 2 dekade terakhir sektor NGO telah semakin diprofesionalisasikan, namun prinsip-prinsip altruism (mementingkan orang lain) and kesukarelaan (voluntarism) masih menjadi ciri utamanya.” Dua buku baru mengenai lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Indonesia yang kedua-duanya ditulis oleh orang Indonesia sendiri. Pertama adalah buku berjudul The Politics of NGOs in Indonesia: Developing Democracy and Managing a Movement yang ditulis oleh Bob S Hadiwinata. Buku ini merupakan tesis doktoralnya di Kings College, Cambridge University, Inggris. Buku kedua berjudul An Uphill Struggle: Advocacy NGO under Soeharto's New Order yang ditulis oleh Meuthia Ganie-Rochman, yang juga hasil tesis doktoralnya di Catholic University of Nijmegen, Belanda. Dua buku ini memperkaya kajian tentang LSM dan menjelaskan bagaimana posisi LSM dalam sistem politik di Indonesia dan perannya dalam transisi demokrasi. Kedua penulis ini berlatar belakang akademis sehingga melihat LSM secara berjarak dan sebagai orang luar. Ganie-Rochman pernah sebentar bekerja di INFID dan setelahnya kembali ke kursi akademis. Sebenarnya sudah ada beberapa tesis doktoral tentang LSM di Indonesia yang ditulis oleh aktivisnya sendiri, yaitu dari Mansour Fakih, Masyarakat Sipil untuk Transformasi Sosial: Pergolakan Ideologi LSM di Indonesia di tahun 1996 , dan dari Kastorius Sinaga, NGOs in Indonesia: A Study of the Role of Non-Governmental Organizations in the Development Process di tahun 1994. Di samping itu, ada akademisi asing, seperti Philip J Eldridge, yang menulis Non-Government Organizations and Democratic Participation in Indonesia di tahun 1995, dan Anders Uhlin yang menulis Indonesia and the Third Wave of Democratization: The Indonesia Pro-Democracy Movement in a Changing World di tahun 1997. Mengingat dunia LSM kaya dengan persoalan dan dimensi, maka studi-studi ini telah membantu banyak orang dalam memahami perkembangan LSM di Indonesia, terutama posisinya dalam sistem politik yang berubah. Sebagaimana disebutkan oleh kedua penulis pertama di atas, maka kebanyakan studi ilmu politik memfokuskan pada peranan dari badan dan kelembagaan formal di dalam sistem politik. Hubungan yang dinamis antara negara dan masyarakat lebih banyak diwakili oleh lembaga kepresidenan, parlemen, dan kehakiman di satu pihak; dan di pihak lain institusi politik yang telah mapan, seperti partai politik (parpol), organisasi kemasyarakatan (ormas), dan kelompok-kelompok kepentingan lainnya, baik dari kalangan bisnis, profesi, dan lainnya. Karena itu, LSM merupakan fenomena baru dalam sistem politik, dan sejujurnya belum banyak dimengerti orang meskipun sudah hadir sejak tahun 1960-an. Di dalam khazanah sistem politik Barat pun, NGO (Non-Governmental Organizations) juga merupakan fenomena baru yang belum banyak dibahas. Karena itu, ketidakpahaman tentang LSM di Indonesia juga bisa dimaklumi. Sebagaimana dilihat dari kepustakaan di atas, maka studi yang serius tentang LSM di Indonesia baru dilakukan di pertengahan dasawarsa 1990-an. Studi Ganie-Rochman memusatkan pada peran LSM di tengah otoriterisme Orde Baru (Orba) serta peran dari LSM bidang advokasi. Untuk itu, ia mengetengahkan studi kasus berbasis isu, yaitu Kedung Ombo (konflik tanah dan bendungan), Marsinah (perburuhan), dan Jelmu Sibak (lingkungan dan kehutanan). Sementara studi Hadiwinata lebih memusatkan pada diri LSM itu sendiri, baik dalam aspek gerakannya maupun dalam aspek kelembagaannya. Studi kasus yang diangkat adalah LSM-LSM di Yogyakarta. Kedua studi ini kiranya saling melengkapi satu sama lain dalam membantu memahami dunia LSM di Indonesia. Ada beberapa skripsi yang membahas eksistensi dan peran LSM di Yogyakarta, antara lain karya Mukhlis yang berjudul "Pengembangan Civil Society Development Satu Nama di Komunitas Dampingan Desa Sidoluhur Godean Daerah Istimewa Yogyakarta". Dalam Skripsi ini Mukhlis membahas peran LSM satu nama dalam menjalankan program kerja yang bernama program Civil Society Development di salah satu tempat di Godean. Skripsi ini lebih cenderung membahas pada pelaksanaan program tersebut tanpa membahas secara luas eksistensi LSM Satu Nama di berbagai bidang kemasyarakatan di beberapa wilayah di Yogyakarta. Pada penelitiannya ia mengamini bahwa pelaksanaan program tersebut dapat dikatakan sesuai dengan tujuan untuk pemberdayaan masyarakat sipil, karena program kerjanya melibatkan peran masyarakat, sehingga masyarakat dapat berperan aktif dan dapat menambah ketrampilan untuk menunjang kemandirian.  

BAB. III ANALISIS
NGO Organisasi non-pemerintah (LSM) adalah istilah yang telah menjadi diterima secara luas sebagai mengacu pada hukum yang dilantik, non-pemerintah, organisasi dibuat oleh orang-orang hukum alam atau tanpa partisipasi atau representasi dari setiap pemerintah. In the cases in which NGOs are funded totally or partially by governments, the NGO maintains its non-governmental status and excludes government representatives from membership in the organization. Dalam kasus-kasus di mana LSM yang didanai sepenuhnya atau sebagian oleh pemerintah, LSM mempertahankan status non-pemerintah dan pemerintah termasuk wakil-wakil dari keanggotaan dalam organisasi. Unlike the term intergovernmental organization , "non-governmental organization" is a term in general use but is not a legal definition. Tidak seperti istilah organisasi antar pemerintah, "organisasi non-pemerintah" adalah istilah yang digunakan secara umum, tetapi bukan definisi hukum. In many jurisdictions these types of organization are defined as "civil society organizations" or referred to by other names. Dalam banyak yurisdiksi organisasi jenis ini didefinisikan sebagai "organisasi-organisasi masyarakat sipil" atau dirujuk oleh nama lain. LSM selama rezim Orde Baru diakui berperan penting dalam proses kebangkitan masyarakat di Indonesia. Kebangkitan dalam pengertian naiknya posisi tawar masyarakat di hadapan negara, khususnya pemerintah. Peranan NGO Peranan NGO penting untuk membangun suatu masyarakat dan bangsa. Ini disebabkan karena banyak pembiayaan dari perorangan, institusi dan pemerintah untuk masyarakat disalurkan melalui NGO. Sejak tahun 1970-an, NGO telah bertambah banyak dari sebelumnya mencoba untuk mengisi ruang yang tidak akan atau tidak dapat diisi oleh pemerintah. Dari sekian banyak peran yang dimainkan oleh NGOs, 6 hal berikut ini merupakan yang penting: • Pengembangan dan Pembangunan Infrastruktur Membangun perumahan, menyediakan infrastruktur seperti sumur atau toilet umum, penampungan limbah padat dan usaha berbasis masyarakat lain. • Mendukung inovasi, ujicoba dan proyek percontohan: NGO memiliki kelebihan dalam perancangan dan pelaksanaan proyek yang inovatif dan secara khusus menyebutkan jangka waktu mereka akan mendukung proyek tersebut. NGO dapat juga mengerjakan percontohan untuk proyek besar pemerintah karena adanya kemampuan bertindak yang lebih cepat dibandingkan dengan pemerintah dengan birokrasinya yang rumit. • Memfasilitasi komunikasi NGO dapat memfasilitasi komunikasi ke atas, dari masyarakat kepada pemerintah, dan ke bawah, dari pemerintah kepada masyarakat. Komunikasi ke atas mencakup pemberian informasi kepada pemerintah tentang apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh masyarakat, sedangkan komunikasi ke bawah mencakup pemberian informasi kepada masyarakat tentang apa yang direncanakan dan dikerjakan oleh pemerintah. NGO juga dapat memberikan informasi secara horizontal dan membentuk jejaring (networking) dengan organisasi lain yang melakukan pekerjaan yang sama. • Bantuan teknis dan pelatihan Institusi pelatihan dan NGO dapat merancang dan memberikan suatu pelatihan dan bantuan teknis untuk organisasi berbasis masyarakat dan pemerintah. • Penelitian, Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi yang efektif terhadap sifat partisipatif suatu proyek akan memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat dan staf proyek itu sendiri. • Advokasi untuk dan dengan masyarakat miskin NGO menjadi jurubicara dan perwakilan orang miskin dan mencoba untuk mempengaruhi kebijakan dan program pemerintah. Ini dapat dilakukan melalui berbagai cara mulai dari unjuk rasa, proyek percontohan, keikutsertaan dalam forum publik untuk memformulasi kebijakan dan rencana pemerintah, hingga mengumumkan hasil penelitian dan studi kasus terhadap orang miskin. Jadi, NGO memainkan peran mulai dari advokasi kepada orang miskin hingga implementasi program pemerintah; dari penghasut (pembuat opini) dan pengkritik hingga rekan kerja dan penasehat; dari sponsor proyek percontohan hingga mediator. Beberapa bidang yang digeluti oleh NGO, antara lain: 1. Pendidikan masyarakat dan pengembangan kesehatan Pendidikan seks dan kontrasepsi, kesehatan umum, pembuangan limbah/ sampah, penggunaan air, vaksinasi, pelayanan konsultasi remaja. 2. Penanganan kesehatan khusus HIV/AIDS, Hepatitis B, pemulihan kecanduan obat. 3. Masalah sosial masyarakat Kenakalan (kejahatan) remaja, remaja yang meninggalkan rumah, anak jalanan, prostitusi. 4. Lingkungan hidup Pendidikan konsumsi energi dan air, pelestarian gunung dan hutan 5. Ekonomi Pinjaman dan usaha mikro, pelatihan keahlian (komputer, teknisi, katering, menjahit, dll), promosi dan distribusi produk (bazaar, dll), pembentukan koperasi, konsultasi keuangan, bantuan mencari kerja dan pengembangan karir. 6. Pengembangan Pembangunan sekolah, pembangunan infrastruktur, pembangunan dan operasional pusat budaya, bantuan ahli untuk pertanian dan kelautan. 7. Isu perempuan Hak anak dan perempuan, pusat bantuan untuk perempuan yang mengalami kekerasan, terapi kelompok terhadap perempuan yang mengalami pelecehan seksual, hotline counseling (konseling via telepon khusus untuk perempuan), bantuan hukum untuk perempuan, mendorong minat baca dan tulis. Karir di NGO Saat ini NGO adalah bisnis yang serius. Banyak orang tidak tahu akan banyaknya peluang kerja yang ada di dalam NGO. Sebagai contoh, di Amerika Serikat ada hampir 11 juta orang bekerja untuk 1.2 juta NGO. Ada beberapa contoh mitos yang dipercayai oleh banyak orang sehingga kurang berminat berkarir di NGO atau organisasi, antara lain: 1. Tidak digaji atau bergaji rendah Fakta: Walaupun pada umumnya NGO menawarkan gaji dan benefit awal lebih rendah daripada di perusahaan profit, namun sebagian NGO menawarkan gaji dan benefit yang sebanding bahkan lebih tinggi dari organisasi lain. 2. Tidak ada kemajuan karir Fakta: NGO yang kecil mungkin tidak memiliki banyak ruang untuk kemajuan, namun organisasi yang lebih besar memiliki tingkatan karir yang jelas. Seringkali karyawan di NGO menjalankan banyak fungsi, memiliki banyak pengalaman, dan menerima tanggung jawab yang lebih besar dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan pada sektor profit sehingga mereka lebih cepat ‘matang’. 3. Kesempatan hanya berlaku bagi jurusan ilmu sosial. Fakta: NGO memiliki peluang di bidang yang luas. Mereka memerlukan orang-orang dari berbagai jurusan dari akunting, komputer, kedokteran, kesehatan masyarakat, teknik, pertanian, psikologi, dll. Hampir semua jurusan memiliki tempat di NGO. 4. Orang yang bekerja di NGO memiliki teknologi yang ketinggalan, fasilitas yang kurang, atau berpakaian tidak rapi. Fakta: Banyak NGO memiliki teknologi terbaru termasuk komputer, mesin fax, website yang dirancang dengan sangat baik. Seperti halnya semua bisnis, NGO sangat bervariasi dalam fasilitasnya. 5. NGO hanya untuk kaum liberal. Fakta: Cakupan NGO sangat luas, mulai dari organisasi kesehatan, politik hingga agama. Bagaimana mencari pekerjaan di NGO? Dalam beberapa hal perekrutan untuk NGO berbeda dari organisasi profit. Biasanya NGO melakukan perekrutan hanya karena adanya kebutuhan, tidak ada ‘musim’ untuk perekrutan. Seringkali NGO merekrut hanya satu orang pada suatu saat dan bukannya merekrut seluruh “kelas” karyawan baru. Untuk organisasi kecil yang tidak memiliki dana yang besar untuk kegiatan perekrutan, mereka mungkin merekrut melalui mulut ke mulut atau melalui orang yang mereka kenal dari internal, orang-orang lapangan dan relawan. Untuk organisasi yang besar dan memiliki keuangan yang cukup banyak, mereka dapat mengumumkan melalui koran dan internet untuk memastikan mendapatkan kandidat yang berkualitas. Bab IV Kesimpulan Karena sifat dan kualitas masing-masing NGO sangat bervariasi, maka sangat sulit untuk mengeneralisasikan sektor ini secara keseluruhan. Namun, terlepas dari berbagai variasi tersebut, beberapa kekuatan dari sektor NGO adalah sbb: 1. Jaringan grassroots yang kuat. 2. Kemampuan melakukan inovasi dan beradaptasi, fleksibel dalam mengadaptasi situasi setempat dan merespon terhadap kebutuhan setempat dan oleh karenanya mampu mengembangkan proyek-proyek yang terintegarasi dan juga proyek-proyek sektoral. 3. Kemampuan mengidentifikasi orang-orang yang paling membutuhkan dan menciptakan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan. 4. Metodologi dan tools yang bersifat partisipatif; 5. Komitmen jangka panjang dan penekanan pada kesinambungan; 6. Efektifitas biaya. 7. Kemampuan berkomunikasi kepada semua tingkatan, mulai dari tetangga terdekat hingga tingkat tertinggi pada pemerintahan. 8. Kemampuan merekrut para staf yang ahli dan bermotivasi tinggi. Kelemahan-kelemahan yang paling umum dari sektor ini adalah: 1. Keterbatasan keuangan (tingkat keberlanjutannya rendah) 2. Keterbatasan kapasitas institusi/kelembagaan; 3. Tertutupnya/kurangnya komunikasi intern organisasi dan/atau koordinasi; 4. Intervensi dalam skala yang kecil; 5. Kurangnya pemahaman akan konteks sosial ekonomi yang lebih luas; 6. Sikap terpola (paternalistic) membatasi tingkat keterlibatan partisipatif dalam desain program/proyek. 7. Terbatasnya cara pendekatan atas suatu masalah atau area. 8. “Kepemilikan teritorial” dari suatu daerah atau proyek mengurangi kerjasama antara badan-badan, terlihat seperti ancaman atau adanya persaingan.  

BAB V DAFTAR PUSTAKA
Wijaya, C. dan Rusyan, T. (1992). Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Komputer. Bandung: Remaja Rosdakarya. Arikunto, S. (2005). Lembaga swadaya Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Nn.(2010). LSM / ngo Indonesia. Jakarta : http://lsm-ngo.blogspot.com/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BEAST - Kimi wa dou?

Arashi Biografi

New Dorama: Mioka