KAZOUKU


Terdapat sebuah keluarga kecil yang telah memiliki dua orang anak perempaun. Ayah mereka bekerja sebagai seorang Abri, Dimana sang ayah dituntut untuk bekerja berpindah-pindah daerah. Akan tetapi sang ayah tidah pernah mengikut sertakan anak dan istrinya dalam setiap tugasnya keluar kota. Sehingga sang istri dituntut harus bersabar menanti kedatangan suami yang hanya sebulan sekali. Bahkan terkadang bisa berbulan-bulan lamanya. Hadirnya dua orang anak perempuan menjadikan hari-hari sang istri makin berwarna dan dapat mengusir kesepiannya akan sesosok suami yang tak kunjung pulang.
Selama sang ayah bertugas, yang selalu mengurus anak-anaknya hanyalah baby sister dan sang istri. Sebagai seorang suami kewajiban utamanya adalah menafkahi keluarganya. Tetapi hal ini berbanding terbalik karena sang suami tidak pernah memberikan nafkah. Uang hasil jerih payahnya selalu saja digunakan untuk foya-foya meneraktir temannya. Hingga di kantor sang suami diberijulukan rekan kerjanya adalah bos besar. Mungkin hal itu yang menjadikan sang suami bangga sehingga perbuatannya terus diulang-ulangi. Sampai-sampai kehidupan anak istrinya jad terlupakan. Tapi untunglah sang istri tetap bekerja sebagai PNS. Pada jamannya saat itu gaji seorang PNS masih terbilang sedikit. akan tetapi sang istri menikmati pekerjaannya. Jadi dari gaji sang istri lah untuk menghidupi kedua anaknya. Sewaktu balita anak-anaknya tidak pernah memiliki kenangan ataupun merasakan kehadiran sesosok ayah.
Hingga pada suatu ketika sang suami sakit akibat gaya hidupnya selama ini yang semeraut, suka jajan sembarangan sana-sini dan meneraktir rekan kerjanya. Akhirnya sang suami difonis dokter menderita kangker usus dan diharuskan melakukan operasi dengan segera. Pada saat itu sang istri sedang mengandung anak ketiga berjenis kelamin laki-laki. Istripun mulai kebinggungan karena perkataan-perkataan dokter mengenai suaminya. Ia takut jika nantinya anak ini lahir, anal ini tidak pernah tau sosok ayahnya dan binggung untuk membiayai hidup ketiga anaknya. Pikiran-pikiran negatif-negatif pun mulai merasuki pikiran sang istri, yaitu untuk menggugurkan kandungnya. Sang istri pun sudah melakukan berbagai macam cara. Tetapi hasilnya tetap saja nihil. Bayi yang dikandungnya masuh dalam keadaan hidup hingga suaminya selesai dioperasi. Selesai operasi dokterpun memfonis umur suaminya tidak akan bertahan lama dan suami dianjurkan untuk menjalankan serangkaian kemo terapi.
Baru dua kali sang suami menjalankan kemoterapi tapi ia sudah tak sanggup lagi. Karena rasa sakit yang harus di tahan. Beratbadan suami setelah sakit pun menurun drastis. Selang sebulan dari masa operasi suaminya, sang istripun melahirkan anak ketiganya.
Biasanya ketika seorang ibu melahirkan anaknya pasti rasa kegembiraan itu akan datang, tapi lain halnya dengan sang istri, perasaan yang berkecambuk di hatinya adalah perasaan was-was, karena tadinya anak ini akan digugurkan dan takutnya jika anak ini lahir akan terjadi cacat fisik. Pada akhirnya apa yang ditakutkan selama ini terbuktilah sudah. Sang anak lahir dengan cacat di telinga kirinya yaitu kurangnya pendengaran. Akan tetapi kuping sebelah kanan nya normal-normal saja. Sang istripun berusaha menerimanya dengan ikhlas. Enam tahun berjalan sang suami masih terlihat sehat. Perkembangan anak laki-lakinya pun terhambat. Akibat pada masa kehamilan yang tidak sempurna. Saat ini anak laki-lakinya telah menginjak 12 tahun. Akan tetapi perkembangannya masih seperti anak 8 tahun. Sang ibu masih tidak terima akan kenyataan anak laki-lakinya. Dan selalu saja tidak ingin disalahkan atas perkembangan anaknya. Sang istri pasti selalu saja melimpahkan balik kesuaminya dan terus sajanberkata “anak ini kan turunannya mas, autis”. Karena hal itu merekapun sering bercekcok dan selisih faham. Karena perbuatan anak laki-lakinya selama ini selalu saja negatif dan memasuki tahapan ke abnormalitas. Tetapi mereka tidak berbuat apapun untuk menyembuhkan anak mereka.
Cerita Bersambung.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Anak Cacat Tuna Grahita

Keadilan seorang anak

Aya Hirano Quits Making Music